www.sditarrahmahlumajang.sch.id - Dalam rangka menyambut dan menyelami serta memetik hikmah dalam tahun baru Hijriyah di bulan Muharam 1445 H ini, khatib menyampaikan selamat tahun. baru Hijriyah Muharam 1445 H. Seiring doa semoga di tahun baru ini Allah SWT senantiasa semakin menambah nikmat, karunia, rezeki dan rahmat-Nya kepada kita semua. Dan negara kita Indonesia tercinta senantiasa dalam kondisi aman sentosa dijauhkan dari mara bahaya dan keterpurukan dengan berada dalam arah yang benar dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Amin.
Marilah seiring dengan momentum tahun baru Hijriah ini, kita meningkatkan imunitas iman dan takwa kita kepada Allah SWT, yakni dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya (imtitsalu ma'muratihi wa wa ijtinabu al-manhiyat). Karena hanya dengan takwa dan berserah diri kepada Tuhanlah manusia akan meraih kemenangan dan kebahagiaan. Hal ini sesuai perintah Allah SWT.
Muharam adalah salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَبِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ التموتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَا أَربَعَةٌ حُرُمُ .
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu" (QS. At-Taubah :36).
Ayat tersebut ditakhsis atau dispesifikasikan oleh hadis berikut:
Diriwayatkan dari Abu Bakrah radiallahu 'anhu, Nabi SAW bersabda: "Setahun terdiri dari dua belas bulan di dalamnya terdapat empat bulan haram, tiga di antaranya berurutan, yakni Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharam dan keempat adalah Rajab yang diantarai oleh Jumadil (awal dan tsani) dan Sya'ban." (HR. Bukhari)
Begitu agung dan mulianya derajat bulan Muharam sebagai pembuka tahun baru hijriyah, ia memiliki beberapa keutamaan selain hikmahnya sebagai berikut:
Pertama, pahala dan dosa yang diamalkan dan dilakukan pada bulan-bulan yang dimuliakan tersebut lebih berlipat dan lebih berat dari bulan-bulan selainnya. Allah SWT berfirman:
... فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ أَنْفُسَكُمْ...
"Janganlah kalian mendzalimi diri-diri kalian di dalamnya -bulan-bulan tersebut-(QS. at-Taubah: 36)
Ibnu Katsir berkata:
"Di bulan-bulan yang Allah tetapkan di dalam setahun kemudian Allah khususkan dari bulan-bulan tersebut empat bulan, yang Allah menjadikan sebagai bulan-bulan yang mulia dan mengagungkan kemuliaaannya, dan menetapkan perbuatan dosa di dalamnya sangat besar, begitu pula dengan amal saleh pahalanya begitu besar."
Kedua, disunahkan memperbanyak puasa pada bulan Muharam, khususnya berpuasa pada tanggal 9 (puasa tasu'a) dan 10 Muharam (puasa 'Asyura).
Rasulullah SAW bersabda:
أَفَضَلُ الصِّيامِ. بَعْدَ رَمَضَانَ ، شَهْرُ اللَّهِ المُحَرَّمُ
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah al-Muharam." (HR. Muslim).
Dan di dalam hadits yang lain beliau juga bersabda: .. يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَّةَ
"Puasa 'Asyura menghapus kesalahan setahun yang telah lalu." (HR. Muslim).
Ibnu Abbas berkata: "Tidaklah aku melihat Rasulullah lebih menjaga puasa pada hari yang diutamakannya dari hari yang lain kecuali hari ini, yaitu 'Asyura." (Shahih at-Targhib wa at-Tarhib).
Jika kita perhatikan dengan seksama, tampaklah dalam hikmah bulan Muharam ini menunjukkan bahwa Islam adalah menjunjung tinggi sinergi dan harmoni antara kemaslahatan dunia dan akhirat secara integral. Islam tidak mengenal dikotomisasi antara wilayah keduniaan dan keakhiratan secara rigid dan parsial. Hal ini mengindikasikan bahwa parameter keislaman seorang muslim akan tercermin secara dua arah sekaligus, yaitu menjadi teladan di dunia (fi dunya hasanah) dan mendapat pahala di akhirat (fil akhirat hasanah). Belumlah dianggap menjadi muslim yang baik jika hanya aspek ibadah ritualnya saja yang kuat, sementara amal perbuatan sehari-harinya (mu'amalat) tidak diperhatikan kebaikannya. Sebaliknya juga, jika seorang muslim hanya pergaulan muamalatnya saja yang baik, sementara ibadah ritualnya tidak ditunaikan. Keduanya harus bersifat integral. Maka, umat Islam oleh Allah dilahirkan sebagai umat teladan, umat yang moderat, dan umat percontohan bagi seluruh bangsa. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَابْتَغِ فِيْمَا أُتْكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا...
Artinya: Dan raihlah apa yang dikaruniakan oleh Allah SWT di rumah akhirat, tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia (al-Qasas: 77).
Pesan bulan Muharam yang diisyaratkan secara langsung oleh Al-Quran dan al-Hadis tentu bukanlah bersifat sia-sia.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِتَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيم
Artinya: Dan demikianlah kami jadikan kalian (umat Islam) sebagai umatan wasathan (umat moderat) agar kalian menjadi saksi (teladan) bagi seluruh umat manusia, dan kelak Rasul pun akan menjadi saksi bagi kalian....(QS. Al-Baqarah [2]: 143)
Kondisi terkini bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang sedang berada dalam era transisional. Bahkan ada elemen masyarakat tertentu yang menyebutnya dengan kondisi frustrasi sosial. Era transisi ini ditandai sejak bergulirnya era reformasi di awal tahun 2000 dengan berakhirnya era orde baru yang berlangsung lebih dari 3 dekade. Era transisional yang sejak awal hingga akhir-akhir ini tentu memuat hal-hal positif dan juga negatif. Hal-hal positif antara lain semakin besar harapan alam demokratisasi, partisipasi publik, dan transparansi. Hal itu adalah patut disyukuri oleh segenap rakyat Indonesia. Kondisi positif tersebut tercipta sebagai bukti keselarasan antara kehendak Allah SWT dengan janji manusia kepada Allah SWT ketika di alam rahim.
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى عَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيْمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَفِلِينَ
Artinya: "(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, "Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini," (QS. Al- A'raf [7]:172).
Namun demikian kita patut prihatin, bahwa era transisi tersebut juga marak dengan kekerasan, amuk massa yang menghinggapi masyarakat Indonesia-termasuk juga kaum agamis- adalah sebuah fenomena sosial yang mencuat di tengah masyarakat Indonesia pasca reformasi. Peralihan (transitional time) dari sistem otoriter menuju sistem yang lebih terbuka dan demokratis ternyata harus dibayar dengan harga mahal, yaitu dengan merebaknya suasana chaos. Entah sampai kapan hal-hal negatif itu akan berakhir.
Belum hilang dalam 'benak kita peristiwa bentrokan antaretnis, jatuhnya korban sipil, serta maraknya aksi perampokan dan terorisme, beringasnya rakyat di Ciampea, entah wilayah mana lagi yang akan segera menyusul. Yang pasti, peristiwa-peristiwa berdarah tersebut hanya akan berujung pada dua hal, yaitu hilangnya rasa aman- ketentraman masyarakat, dan tumpahnya darah manusia secara sia-sia.
Hal ini juga semakin membuktikan betapa setan. tidak pernah menyerah untuk menjerumuskan manusia ke dalam jurang neraka yang nista, dengan saling membunuh, membantai sesama, hingga darah dan nyawa manusia yang diciptakan Allah SWT Yang Maha Agung menjadi demikian tidak berharga.
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ
Artinya: "(Setan) memohon (kepada Allah SWT), "Demi keagungan-Mu, izinkanlah aku menyesatkan mereka (keturunan Adam as). Kecuali hamba-hamba-Mu dari mereka yang termausk orang-orang yang ikhlas" (QS. Shad [38]:82-83)
Para pakar mensinyalir bahwa era transisi tersebut selanjutnya akan bisa (meskipun tidak pasti) menghasilkan suatu keadaan yang tidak menentu (turbulence situation). Transisi yang chaos ini telah menyebabkan dua perkembangan baru. Pertama, mengecilnya kue pembangunan, sementara jumlah orang yang membutuhkan kue tersebut terus membengkak. Kedua, terjadinya distribusi kekuasaan yang hebat.
Sebagaimana diketahui, di masa pra reformasi, kekuasaan sangat sentralistik dan menggurita hingga ke tingkat RT. Maka saat ini bisa dilihat munculnya "raja-raja kecil" dengan memakai baju Partai Politik, LSM, Parlemen, masyarakat adat/etno sentris dan otonomi daerah. Lebih jauh lagi desentralisasi juga telah meningkatkan tensi konflik antara pusat dan daerah.
Dari gambaran sosiopolitik tersebut (transisi dan turbulensi), tentunya kita sebagai umat Islam tidaklah mungkin untuk bersikap acuh tak acuh. Umat Islam juga tidak boleh mudah terprovokasi oleh derasnya pusaran-pusaran intrik dan fitnah..
Sebab Islam diturunkan bukanlah semata berada di wilayah konsep, atau pemikiran semata (meta historis). Islam diturunkan ke muka bumi ini adalah sebgai garansi dari Allah sebagai manifestasi rahmatan lil alamin. Sebagaimana firman Allah SWT:
وعباد الرحْمنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الجهلُونَ قَالُوا سَلْمَا
Artinya: "Dan para hamba Allah yang Maha Penyayang adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati. Dan ketika orang-orang jahiliyah memprovokasi mereka, mereka justru meresponnya dengan kedamaian" (QS. Al-Furqan [25]: 63)
Dalam konteks menuju Indonesia damai itulah, spirit serta hikmah bulan Muharam harus kita petik dan aplikasikan. Mengingat, di dalam bulan Muharani terdapat empat hikmah yang secara implisit menjadi tujuan syariat (maqashid syariat).
Pertama, Muharam adalah syahrullah (bulan Allah /supremasi agama). Dalam kaidah bahasa, labelisasi Muharam dengan sebutan bulan Allah menunjukkan bahwa derajat bulan Muharam begitu istimewa di sisi Allah SWT. Kemuliaan serta keutamaan bulan Muharam bersumber dari pernyataan dua sumber hukum tertinggi, yaitu Al-Quran dan Sunah. Oleh karena itu Ibnu Rajab al-Hambali (736 - 795 H) mengatakan, Muharam disebut dengan syahrullah (bulan Allah) karena memiliki hikmah untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam, serta untuk menunjukkan otoritas Allah SWT dalam mensucikankan bulan Muharam.
Penyucian Allah terhadap bulan Muharam tersebut tercermin dari anjuran-anjuran untuk menjalankan ibadah puasa sunah di dalamnya.
Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah SAW bertanya, "Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?" Mereka menjawab, "Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir'aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa." "Rasulullah SAW bersabda, "Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian." (HR. Bukhari).
Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: "Pada saat Rasulullah SAW. melaksanakan shaum Asyura dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannya, mereka berkata, "Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura') adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani". Maka Rasulullah SAW, bersabda,
"Insya Allah jika sampai tahun yang akan datang aku akan shaum pada hari kesembilannya". Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah SAW. meninggal sebelum sampai tahun berikutnya." (HR. Imam Muslim).
Disunahkan pula berpuasa sehari sebelum 'Asyura yaitu puasa Tasu'a pada tanggal 9 Muharam, sebagaimana sabda Nabi SAW yang termasuk dalam golongan sunah hammiyah (sunah yang berupa cita-cita Nabi tetapi beliau sendiri belum sempat melakukannya).
Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW melakukan puasa 'astura' dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, "Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah SAW. bersabda, "Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam." Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Dawud).
Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam.
Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah SAW. bersabda, "Puasalah pada hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum 'Asyura' dan sehari sesudahnya." (HR Ahmad).
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa bulan Muharam mengandung hikmah supremasi spiritual. Puasa sebagai salah satu instrumen ritual, menjadi amalan yang tidak hanya menuntut pembedaan antara umat Yahudi dengan Islam saja. Atau puasa tidak hanya masalah menahan makan dan minum. Melainkan, ibadah puasa di bulan Muharam menunjukkan bahwa umat Islam harus mampu berpuasa dari nafsu kekuasaan pragmatis, berpuasa dari nafsu melakukan tindak kriminal, dan berpuasa dari nafsu peperangan. Keislaman seseorang hendaknya mampu mengharumkan agama Islamnya sebagai agama teladan. Bukan sebaliknya, menjerumuskan Islam dalam tindakan amoral dan brutal. Dari hikmah inilah, spirit Muharam menjadikan umat Islam menjadi agen perdamaian (ishlah) sehingga tercipta stabilitas nasional.
Kedua, Muharam adalah Syahrul Hijrah (Transformasi Sosial). Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسُ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا الـ وا الله إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi hari esok (alam akhirat) dan bertakwalah, sesungguhnya Allah maha tahu dengan apa yang kamu perbuatkan". (QS. Al-Hasyr [59]: 18).
Makna hijrah tidaklah sesempit sejarah, yaitu kepindahan Rasulullah SAW berhijrah dari Mekah ke Madinah. Ada semangat atau nilai yang hendak diperlihatkan oleh Rasulullah demi kemajuan dan kemuliaan umatnya. Hijrah bermakna kemaslahatan umat, menentukan skala prioritas program kerja, dan program pengembangan masyarakat.
Saat masih di Mekah hampir tiga belas tahun, Rasulullah berdakwah tentang arti kepasrahan total (al- Islam) kepada Allah SWT, menyingkirkan totalitarianisme (kapitalisme perdagangan), dan mengajarkan persamaan derajat tanpa memandang jenis kelamin dan status sosial (demokratisasi). Namun, hasil yang diperoleh tidaklah seperti yang diharapkan. Dari segi jumlah pengikut, Rasulullah SAW hanya mendapat pengikut yang sangat sedikit. Dari segi supremasi hukum, Rasulullah SAW baru berkesempatan meletakkan dasar-dasar akidah islamiyah, belum bersifat hukum positif. Sedangkan dari sudut keadilan sosial, masyarakat Mekah pra hijrah masih didominasi oleh sistem radikalisme.
Dalam kondisi seperti itulah, Rasulullah SAW melakukan hijrah ke Madinah al-Munawwarah. Madinah sejak awal dakwah Islam sudah dipersiapkan oleh para pemeluk Islamnya sebagai daerah baru yang lebih kondusif bagi agenda pengembangan Islam. Hijrah bukan berarti kalah atau gagal. Melainkan, hijrah dalam arti luas yaitu strategi transformasi kemaslahatan Islam. Hijrah nabi dari Mekah ke Madinah terlihat jalinan ukhuwah kaum Ansor dan Muhajirin yang melahirkan integrasi umat Islam yang sangat kokoh. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani. Nilai spiritual hijrah ini, dalam konteks era recovery pembangunan nasional bisa diimplementasikan sebagai strategi pemerataan pembangunan di era otonomi daerah. Strategi hijrah ini pun sangat berhasil. Dalam rentang waktu tidak lebih sepuluh tahun, hijrah telah menciptakan masyarakat Islam yang tamaddun (berperadaban) dan berilmu pengetahuan komprehensif.
Dalam konteks transformasi sosial inilah, mari kita jadikan bulan Muharam ini sebagai momentum untuk evaluasi diri wilayah manakah baik yang bersifat privasi maupun publik yang perlu kita perbaiki. Antar elemen rakyat, harus ada aksi saling mengisi dan berbagi dalam hal kebaikan, sebelum ruang yang "kosong" tersebut diisi oleh hal-hal negatif. Penyakit-penyakit sosial seperti merebaknya peredaran obat-obatan terlarang, pergaulan bebas tanpa batas, segeralah diperbaiki dengan meningkatkan kerekatan keluarga, silaturahmi tetangga, dan dialog sesama.
Ketiga, Muharam adalah bulan perdamaian (Syahrul Islah/Stabilitas Politik). Qatadah rahimahullah berkata, "Sesungguhnya kezaliman yang dikerjakan pada bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan jika dikerjakan di luar bulan-bulan haram, walaupun sebenarnya kezaliman di dalam segala hal dan keadaan merupakan dosa besar akan tetapi Allah Azza wa jalla senantiasa mengagungkan dan memuliakan beberapa perkara/urusan menurut kehendak-Nya."
Derajat bulan damai atau bulan keselamatan yang disematkan kepada bulan Muharam tidaklah terlepas dari aspek sejarah. Pertemuan Nabi Adam as dan Sayidah Hawa, selamatnya umat nabi Nuh as dari banjir samudera, terbebasnya bani Israil dari tirani Firaun, Nabi Yusuf as dibebaskan dari penjara Mesir, nabi Yunus as terbebas dari perut ikan Nun, semuanya terjadi di bulan Muharam.
Perpaduan antara anjuran berpuasa sunah Muharam dengan pernyataan sahabat Qatadah di atas, serta riwayat para Nabi yang mencapai keselamatan menunjukkan bahwa bulan Muharam mendapat keistimewaan sebagai bulan perdamaian. Sehingga nilai yang dapat dipetik di dalam bulan Muharam adalah agar bangsa Indonesia mampu menjaga dan menciptakan stabilitas politik dan keamanan nasional. Jika umat Islam mampu mencerna dan mengambil hikmah stabilitas politik dan keamanan dalam bulan Muharam ini, insyaallah umat Islam tidak akan terpancing dalam konflik dan chaos yang berujung pada kerusuhan dan distabilitas bangsa. Umat Islam akan sangat kontradiktif dengan ajaran agamanya sendiri jika umat Islam terlibat sebagai pelaku tindak kerusuhan dan amuk massa, dengan alasan apapun karena Islam mengajarkan kedamaian dan kerukunan. Bahkan dengan spirit bulan Muharam, marilah kita umat Islam secara aktif dan pro aktif mengampanyekan masyarakat cinta damai agar pemerintah dapat bekerja secara produktif dan rakyat Indonesia menuai manfaat pembangunan.
Hal ini tercermin dari dialog Rasulullah SAW dengan umat Yahudi untuk berlomba dalam kebaikan berpuasa Asyura:
Ibnu Abbas ra berkata,
"Setelah Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura, beliau bekata, apakah ini?' mereka menjawab, 'Ini adalah hari yang baik dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh-musuhnya hingga Musa berpuasa pada hari itu,' selanjutnya beliau berkata, 'Saya lebih berhak atas Musa dari kalian,' maka beliau berpuasa dan memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa pada hari itu." (HR. Bukhari).
Maka dari itu, marilah bulan Muharam ini kita jadikan momentum untuk saling berbuat baik dan menjaga kerukunan antar elemen masyarakat.
اتَّقِ الله حيثما كنتَ وأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بخُلُقٍ حَسَنٍ
Bertakwalah kepada Allah SWT di manapun kalian berada. Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya yang baik itu akan menghapus yang buruk. Pergaulilah manusia dengan akhlak yang bagus (al-Hadis).
Keempat, Muharam adalah Syahru Tanmiyyah (Bulan Produktif / Optimalisasi Kontribusi) Sudah menjadi fitrah manusia untuk berevolusi menjadi lebih baik dalam setiap waktu. Hari esok ingin lebih sukses dan baik dibandingkan dengan hari ini dan kemaren. Allah SWT sendiri memberikan contoh, bahwa Al-Quran diturunkan secara bertahap ayat demi ayat hingga menjadi satu mushaf adalah demi kebaikan dan kecerdasan manusia menangkap dan memahami "pesan"- Nya yang agung dan mulia. Bahkan Rasulullah SAW pun menyatakan:
"Manusia terbaik adalah orang yang panjang usianya dan baik amal perbuatannya (HR. Ahmad)."
Spirit tahun baru Hijriah ini marilah kita jadikan sebagai reoptimalisasi peran dan kontribusi umat Islam sebagai komponen terpenting dan mayoritas bangsa Indonesia. Marilah nilai umat saksi kemajuan, berperadaban, dan berkemakmuran kita kontribusikan demi kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia tercinta. Sehingga apa yang diilustrasikan oleh Alexis de Tocqueville tentang kehidupan sosial yang terorganisasi dalam civil society bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaaan (self-generating), keswadayaan (self-supporting) dan kemandirian tinggi ketika berhadapan dengan negara serta keterikatannya dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti mayarakat dapat diwujudkan di era transisi yang penuh cobaan ini.
Sungguhlah merugi jika kita umat Islam sudah dibekali oleh Allah SWT dengan predikat umat pilihan ternyata tidak mampu mendayagunakan dan mengoptimalisasikan anugerah mulia tersebut. Semoga kita tidak termasuk dalam umat yang merugi. Sehingga tahun baru ini kita lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Diambil dari edaran Majelis Ulama Indonesia Nomor : A-2341/DP-MUI/VII/2023 tertanggal 2 Muharram 1445 H/20 Juli 2023 M tentang Himbauan Sosialisasi Khutbah Jum’at Muharram se-Indonesia Jum'at, 21 Juli 2023.
Selengkapnya bisa dilihat dan diunduh berikut ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberikan masukan